Menikah #beropinieps2

Dulu, lupa dari mulai umur berapa punya target pengen nikah umur 22 tahun. Tanpa tau alesannya kenapa. Kayaknya pas aja umurnya. Titik.    

                                        

Menurut gue, menikah itu relationship goals. Seneng rasanya ngeliat postingan-postingan pasangan yang menikah sesuai dengan wedding dream-nya mereka. Seneng ngeliat romatisnya mereka dibalut status halal! Saling meluapkan perasaan satu sama lain. Jadi ibadah bagi mereka yang melakukannya.

 

Makin mendekati umur 22 tahun, makin pengen nikah. Rasanya semua hal bisa dijadiin alesan yang logis. Capek kuliah, nikah kayaknya bisa jadi solusi. Liat temen yang udah nikah, hm kabita. Ngehalu lagi, kayaknya kalau nikah muda terus punya anak, rentang usianya gak terlalu jauh sama kita. Gak keliatan terlalu tua nantinya he he. Dengerin inspirasi-inspirasi pernikahan dari temen atau tontotan di sosmed, hmm makin sadja. Terus ngobrol-ngobrol sama temen yang seide, hmm ambyar.

 

Udah masuk usia 22 tahun, sempet kendor. Malah gak pengen nikah cepet-cepet. Pengen eksplor ini itu dulu, karena ngerasa kalau udah nikah kayaknya gak bisa sebebas itu. Pengen lanjut kuliah, pengen punya uang banyak dulu. Sering juga tiba-tiba ngerasa takut. Takut gak siap. Selain punya idealisme diri, papasan juga sama realita. Orangtua yang punya nilai kalau anaknya harus nikah setelah lulus kuliah, punya kerjaan, dan ngasih timbal balik ke orangtua. Jadi harus nurut, intinya harus bahagia-in orangtua dulu. Baru dilepas, diridhai nikah. Akhirnya yaudah lah hadapi dulu aja yang ada sekarang.. beresin kuliah, eksplor dulu, bahagia-in orangtua dulu, dan belajar dulu. (Pasrah atau tawakal?).

 

Akhirnya mulai banyak belajar (lagi), lebih terbuka (lagi). Dari hal kecil. Baca postingan-postingan tentang pernikahan di medsos, banyaknya cuma iseng atau gak sengaja. Tapi rasanya ada pengetahuan aja yang masuk ke otak. Baca banyak buku (meskipun bukan genre khusus soal pernikahan), tapi selalu aja ada hal yang sangkut pautnya sama hubungan keluarga dan bisa jadi pembelajaran. Bagaimana hubungan orangtua bisa ngasih persepsi yang mendalam ke anak tentang apa itu kasih sayang, gimana seharusnya seorang pria memperlakukan wanita, atau sebaliknya. Bagaimana menghargai dan berkonflik tanpa ada caci maki. Bagaimana sikap dan perilaku orangtua ke anak, cara mengajarkan mereka bilang terimakasih dan maaf, cara marah tanpa harus ada kekerasan, cara memberi tahu siapa aja saudara, sepupu, dan angota keluarga lainnya dan bagaimana hak dan kewajibannya. Ternyata itu semua mempengaruhi bagaimana perkembangan anak! Yang lebih di noted itu semua bisa mempengaruhi munculnya mental illness dan perilaku antisosial lainnya pada seseorang sejak dini! Secara fakta-fakta di lapangan saat ini membuktikan itu. Pada bulan Maret 2020 kita dihebohkan berita seorang remaja putri berusia 15 tahun ‘menghabisi’ seorang balita dengan cara yang sadis. Setelah ditelusuri, dia punya trauma masa kecil pernah dicabuli oleh pamannya sendiri. Bagi beberapa orang mungkin pernah denger atau baca kisah tentang Billy. Billy Miligan yang punya 24 kepribadian. Semua kepribadiannya terbentuk atas dark experience-nya semasa kecil. Pemerkosaan dan penyiksaan dari ayah tirinya, juga Billy kecil yang harus mendapati kenyataan ayah kandungnya meninggal bunuh diri.

 

Banyak hal yang terjadi kemudian, konflik sama pasangan, menilai kejadian-kejadian di rumah, dengerin orang-orang curhat, lalu introspeksi diri. Tiba-tiba semuanya jadi refleksi, jadi sebuah pemahaman baru, pembelajaran baru.

 

Sejatinya, gue atau mungkin banyak kawula muda di sana yang menganggap pernikahan cuma soal meresmikan hubungan ke jenjang yang lebih serius. Nyatanya, menikah perlu keutamaan dan perjuangan yang jauh lebih kuat ketimbang hubungan sama pasangan yang dulu-dulu.

 

Cinta aja (kayaknya) gak cukup buat ngebangun sebuah rumah tangga. Cinta sama manusia bisa selalu berubah warnanya. Mendewakan cinta sama manusia (katanya) bisa mengubah fitrah cinta itu sendiri. Akhirnya, cinta yang dimiliki bisa aja akan bersifat saling memaksa, saling menuntut, atau bahkan saling memanipulasi satu sama lain.

 

Kesiapan diri keduanya secara mental, finansial, spiritual, fisik, dan ilmu akan berperan penting untuk membangun sebuah kelompok kecil dalam masyarakat bernama keluarga. Kelak kita bukan cuma berperan sebagai istri atau suami, namun juga akan menjadi ibu dan ayah sebagai bagian dari pembangun peradaban.

 

(katanya) Menikah itu gak cuma terikat dan hidup di satu atap yang sama, lalu melalui hidup apa adanya tanpa tau kemana sejatinya rumah tangga itu mau dibawa ke mana. Pernikahan selamanya hanyalah tentang ibadah-ibadah kepada Alah. (katanya) Adapun tujuan besar yang terkandung di dalamnya adalah mengenai realisasi visi dan misi menciptakan generasi dengan kualitas terbaik sebagai pewaris kehidupan selanjutnya. Sangat meruhi ketika keinginan untuk menikah hanya dilandasi oleh pikiran yang terlalu duniawi.

 

Hisshh merinding lagi gue pas nulis dan inget-inget tentang apa yang pernah gue pelajari ini. Ada sebuah catetan yang gue kutip dan keep sampe sekarang tentang nasihat pernikahan. Sederhana tapi cukup menggungah.

 

Menikah itu tidak sesederhana aku dan kamu bersatu.
Bukan hanya soal nanti ada yang ngebonceng.
Bukan hanya soal menghilangkan kesepian.
Bukan hanya soal membagi beban, karena kamupun sangat mungkin juga ingin membagi beban yang lain.

Menikah tidak sesederhana membuat foto nikahan paling hitz.
Atau merasa senang banget karena akhirnya punya imam pribadi

*Bukan cuma itu*

Menikah juga tentang bagaimana ibumu bisa memilihku sebagai asisten pribadinya,

Bagaimana ayahmu bisa dengan senang memperkenalkan aku di hadapan rekan-rekannya,

Bagaimana aku bisa menjadi sahabat untuk saudara-saudaramu,

Dan bagaimana aku bisa tetap memberi dalam keadaan selelah apapun

Menikah tidak sederhana itu bukan?

Setidaknya aku harus tau bagaimana menjawab pertanyaan anak kecil yang bertanya tentang wujud Allah

Setidaknya aku harus tau bagaimana membujuk anak laki-laki untuk tekun belajar sebelum ujian

Setidaknya aku harus bisa mengenalkan, mana air yang suci, mana yang bisa mensucikan, yang mana yang boleh dipakai wudhu, mana yang tidak

Setidaknya aku harus tau bagaimana cara agar tetap tersenyum di saat terpahit

Setidaknya... aku harus mampu melakukan sesuatu yang tidak kusukai atau sesuatu yang tidak ingin kulakukan

Kalau nanti mertuaku menyuruhku membuat teh panas, sementara aku sendiri baru akan beristirahat setelah seharian tidak tidur karena pekerjaan, *masa aku menolak?*

Lucu kan kalau rumah tanggaku berantakan hanya karena segelas teh saja :")

*Jadi harus latihan!*

Memenuhi panggilan adzan meskipun ngantuk dan mager banget!

Jangan ngegosipin dosen meskipun beliau sangat tidak bersahabat!

Bersikap sopan ke cleaning service, setidaknya bilang permisi kalau mau lewat pas beliaunya lagi ngepel

Bangun pagi, atur waktu, tahan sedikit keinginan nonton atau jalan-jalan kalau tugas kampus belum beres!

Luangkan (bukan sisakan) waktu untuk Al-Quran dan belajar agama di tengah kesibukan!

Kepo dan peduli tentang isu dan perkembangan ummat!

Senyuuum nggak peduli orang itu menyebalkan atau tidak

Betapa, menjadi mahasiswa yang oke adalah latihan yang cocok untuk menyiapkan pernikahan👌

Menikah memang tidak sederhana, karena menikah juga soal membentuk generasi
Tapi menikah bisa jadi sederhana, bagi mereka yang siap imannya

Dalam usia ini bicara menikah bukan hal tabu, bahkan perlu diperbincangkan dalam porsi tertentu

Berkali hadir sebagai tamu di pernikahan teman satu sekolah, wajar kalau mupeng
Maka yang masih sendiri jangan hanya menunggu, karena menikah bukan hal sederhana yang persiapannya cukup dengan menunggu

Mereka yang sudah menikah akan berjuang mendidik generasi!
Kita yang belum juga berjuang mempersiapkan diri sebagai calon pendidik generasi!

Menikah memang tidak harus menunggu siap, karena persiapannya memang tidak akan pernah selesai

Kalau sudah datang, siap tidak siap, maka jalani!

Karena fokus utama bukan sudah siap atau belum, tapi sudah mempersiapkan atau belum?

Nah, sudah ada persiapan apa nih untuk menikah?

#noteformyself

*Penulis:*
*Darush Shalihat IX*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Carita Pantun Basa Sunda

Teks Eksposisi Bahasa Indonesia | Pentingnya Mudik

Teks Anekdot | Fenomena Sosial | Mudik