Di Balik Kisah Goa Jepang dan Goa Belanda
Berada dalam
pengelolaan Balai Konservasi Sumber Daya Alam, tersebutlah Taman Hutan Raya Ir.
H. Djuanda atau lebih dikenal dengan Dago Pakar. Terdapat kisah sejarah unik
yang dikemas dengan wisata alam menarik yang menggugah hati para pelancong
turis dalam maupun luar negeri. Bagaimana tidak, kawasan konservasi ini tak
dapat diragukan lagi keindahan akan alaminya nuansa alam yang membentang luas.
Pesona naluriah yang hadir tidak membuat tempat ini menjadi hal yang mainstream, justru menjadi objek yang menawan.
Pilihan wisatanya beragam, ada curug, jogging track, jalur sepeda, dan dua gua
bersejarah yaitu gua Jepang dan gua Belanda.
Gua
Belanda dan gua Jepang, dua buah gua yang hanya terpisahkan jarak kurang lebih
400 meter tersebut memiliki nama yang disesuaikan dengan negara penjajah yang
berkuasa saat gua tersebut di bangun. Semula kawasan yang
sekarang ditetapkan sebagai Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda adalah bentangan
pegunungan dari barat sampai ke timur yang merupakan “tangki air raksasa
alamiah” untuk cadangan di musim kemarau. Di daerah aliran sungai Cikapundung
yang ada di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda pada masa pendudukan Belanda
dibangun PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) Bengkok yang merupakan PLTA
pertama di Indonesia pada tahun 1918, di mana terowongan tersebut melewati perbukitan
batu pasir tufaan.
Tapi,
benarkah goa itu dibuat oleh Jepang dan Belanda? Atau ternyata ditemukan?
Di Bukit Dago Pakar, Bandung, Jawa Barat, pada masa dahulu Belanda dan
Jepang sempat membangun gua-gua yang selama ini oleh kedua negara itu diklaim
sebagai lorong pertahanan dan penyelamatan, penimbunan logistik, pembangkit
listrik tenaga air. Beberapa sumber menyebutkan goa Jepang dibangun tahun 1942.
Sementara goa Belanda dibangun tahun 1941, meski beberapa sumber yang lain
menyebut Belanda membangun goa itu tahun 1918.
Mengutip periset
Eka Hindra (Peneliti Independen Jugun Ianfu Indonesia), goa peninggalan Jepang
di Perbukitan Dago Pakar itu dibangun saat balatentara Jepang melakukan invansi
ke Bandung tahun 1942-1945. Lokasi ini sangat strategis untuk pembangunan
benteng pertahanan karena berada di dataran paling tinggi di atas kota Bandung.
Saat itu Jepang baru saja merebut Hindia Belanda (Indonesia) dari tangan
Belanda yang menyerah tanpa syarat, setelah kalah dalam pertempuran hebat
selama 8 hari dengan Kaigun Jepang di perairan Laut Jawa 8 Maret 1942.
Goa Jepang
berada di dalam rimbunnya hutan rakyat yang diresmikan pertama kali pada 23
Agustus 1965 oleh Gubernur Jawa Barat Brigjen (Purn) Mashudi dengan nama Taman
Wisata. Goa tersebut emudian berganti nama menjadi Taman Hutan Ir.H. Djuanda
setelah diresmikan oleh Presiden Soeharto pada 14 Januari 1985. Taman hutan ini
dibuka untuk umum sebagai lokasi wisata.
Lokasi Goa
Jepang dapat ditempuh dengan berjalan kaki, letaknya sekitar 300 meter
dari pintu gerbang utama. Goa Belanda dibangun pada tahun 1918, tentu jauh
lebih tua dibandingkan dengan Goa Jepang. Uniknya di dalam goa terdapat rel
kereta. Bukan rel kereta api komersial, melainkan rel itu lebih mirip rel
kereta barang yang kecil. Mungkin kalau dibayangkan mirip seperti yang biasa
digunakan di area goa-goa pertambangan.
Sejauh yang kita
pahami selama ini, goa ini dulunya hanya digunakan sebagai markas
militer, gudang senjata, serta tempat pembangkit listrik tenaga air.
Akan tetapi,
penelitian dari Tim Katastropik Purba yang dilanjutkan oleh Tim Terpadu Riset
Mandiri menemukan indikasi bahwa Goa Jepang di Bukit Dago Pakar itu lebih dari
apa yang kita pahami saat ini.
Tim Katastropik
Purba melakukan riset di lokasi ini mengingat letaknya yang berdekatan dengan
patahan Lembang yang membentang dari Maribaya sampai Cisarua. Sehari sebelum
Hari Raya Idul Fitri tahun lalu, terjadi gempa 3 Skala Richter (SR) yang
menyebabkan puluhan rumah rusak di atas patahan lembang di Cisarua. Inilah yang
membuat Tim Katastropoik Purba melakukan riset mendadak. Tim memperoleh
bukti kuat bahwa sesar ini aktif.
Dr Irwan Meilano
dan GREAT ITB yang juga bergabung di Tim Katastropik Purba sudah 2 kali
melakuakn ekspose riset patahan lembang sepanjang tahun 2011. Riset Dr Irwan
itu menemukan, kecepatan pergerakan slip rate sesar Lembang sudah 6mm/year.
Sudah makin besar dibanding data 2009-2010, yang hanya 1.5mm/year.
Diketahui, sesar
adalah kenampakan morfologis yang khas akibat proses tektonik. Sebuah sesar
dikatakan aktif bila mengalami deformasi dalam 10.000 tahun terakhir.
Berdasarkan penelitian, pada 2.000 tahun yang lalu pernah terjadi gempa di
sekitar sesar Lembang dengan magnitud 6,8 SR. Pada 500 tahun yang lalu, juga
pernah terjadi gempa dengan magnitude 6,6 SR.
Dalam penelitian
tersebut, Tim Katastropik Purba telah melakukan kalibrasi geolistrik terhadap
Bukit Dago Pakar. Tim berhasil mengidentifikasi terowongan atau goa tersebut.
Dari hasil geolistrik awal, gua-gua ini terlihat sebagai tubuh dengan
nilai resistivitas sangat tinggi (30.000 - 50.000 Ohm.m). Dari kalibrasi ini
juga ditemukan fakta bahwa yang ada di Bukit Dago Pakar ini bukan hanya 1 buah
goa seperti yang dipahami masyarakat selama ini. Kenyataannya, ada 2 terowongan
lain yang ditemukan.
Apakah goa-goa
itu menyimpan fungsi lain? Seperti juga Gunung Padang, Gunung Sadahurip,
kawasan Trowulan, Kawasan Batu Jaya, Bukit Dago pakar masih memerlukan
riset lanjutan. Apakah pembangunan ini sebagai upaya mitigasi dari gempa,
mengingat fakta goa-goa itu masih berdiri tegar meski sekarang berada dalam
hutan kawasan dan tempat pariwisata. Goa itu juga dekat dengan patahan aktif
yang pada 2000 dan 500 tahun lalu pernah menyebabkan gempa besar.
Pemerintah
Jepang sendiri belum pernah memberikan penjelasan resmi kegunaan sebenarnya
dari Goa tersebut. Di wilayah Indonesia ini, dari sabang sampai Marauke ada
ratusan Goa Jepang, sebuah angka yang fantastis mengingat Jepang hanya berkuasa
selama 3,5 tahun dan mampu membangun itu.
Mungkin nanti
pada saatnya justru kita minta pihak Jepang unrtuk bercerita, siapa tahu ada
catatannya. Atau, jangan-jangan Bukan Jepang, dan bukan Belanda yang membangun
goa itu. Mereka hanya menemukan dan mengeskavasi saja. Semua itu masih harus
dibuktikan, karena mambangun ini pasti ada motif.
Jepang boleh
berkata apa saja, yang jelas hasil pemindaian Tim Katastropik Purba menunjukkan
masih ada minimal satu kemungkinan goa lainnya, yang nantinya akan coba
dibuktikan. Memang, Jepang pernah mengembalikan pampasan perang kepada
pemerintah Indonesia. namun sebagai bangsa kita tidak mempersoalkan jumlahnya,
namun kisah penemuannya.
Referensi
Komentar
Posting Komentar